Mengapa Sang Penerjemah Tak Berubah? Sapaan yang Monoton

Mengapa Sang Penerjemah Tak Berubah? Sapaan yang Monoton

Pertanyaan itu terus menghantui pikiran saya: mengapa sang penerjemah tidak berubah? Mengapa sapaannya tetap monoton? Setiap kali kita bertemu, ia selalu menggunakan kalimat yang sama. "Hari ini cuaca cerah, ya?" ucapnya sambil memasuki ruangan. Sepertinya ia telah terjebak dalam kebiasaan yang tidak berubah seiring waktu.

Awalnya, saya selalu berusaha merespon dengan memberikan jawaban. Saya berpikir mungkin sang penerjemah ingin memulai percakapan atau sekadar menciptakan suasana yang akrab. Namun, seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa mungkin ada lebih dari sekadar itu. Sapaannya terasa seperti kebiasaan yang tak tergoyahkan, tanpa tujuan yang jelas.

Mengapa Sang Penerjemah Tak Berubah? Sapaan yang Monoton

Terkadang, saya merasa kecewa dengan kurangnya variasi dalam sapaan sang penerjemah. Setiap hari, ia tetap menggunakan kalimat yang sama. Mengapa ia tidak mencoba menyampaikan sapaan yang lebih segar atau berbeda? Apakah tidak ada cara lain untuk menyapa, seperti "Selamat pagi, semoga harimu menyenangkan" atau ungkapan lain yang bisa memberikan nuansa yang berbeda? Seharusnya ia menyadari bahwa variasi dalam sapaan dapat menambah keceriaan dalam interaksi.

Setiap kali sang penerjemah datang, pandangannya langsung tertuju pada saya yang tengah sibuk membaca buku. Sebenarnya, itu sudah menjadi jawaban yang jelas. Saya pasti tidak sedang baru bangun tidur. Setiap kali ia tiba, pintu sudah terbuka, lantai sudah bersih, dan buku-buku sudah tersusun rapi di rak. Semua itu adalah hasil kerja saya sendiri. Tidak ada orang lain yang akan melakukannya. Namun, sang penerjemah tetap menggunakan sapaan yang tidak berubah.

Saya sering berharap agar suatu hari nanti ia bisa mengubah kalimat sapaannya. Saya berharap ia menyadari bahwa saya sudah menyelesaikan membaca satu buku ketika ia tiba. Saya ingin dia tahu bahwa sejak pagi saya sudah membersihkan lantai dan mengatur buku-buku di rak, meskipun saya belum sempat mandi. Namun, harapan itu selalu pupus. Hari ini dan besoknya, ia tetap menggunakan sapaan yang sama.

Terkadang, saya berpikir untuk mandi lebih pagi sebelum membersihkan ruangan perpustakaan dan toko buku. Namun, kemudian saya merenungkannya kembali. Jika saya melakukannya, mungkin sang penerjemah akan berkata, "Anda terlihat berbeda hari ini. Apa yang ada di pikiran Anda?" Itu akan lebih menyakitkan. Ah, biarlah ia menemukan jawabannya sendiri. Yang pasti, saya selalu bangun pagi—beberapa jam sebelum ia datang.

Mengapa sang penerjemah tidak berubah? Mengapa sapaannya tetap monoton? Mungkin itu adalah misteri yang tidak akan terpecahkan. Namun, meskipun demikian, saya belajar menerima pola komunikasinya yang khas. Walaupun terkadang terasa monoton, saya mencoba melihat di balik kalimatnya dan menghargai momen yang tercipta dalam percakapan kami.